Hujan.
Awal
hal yang selalu mengingatkanku tentangmu. Bukan, bukan tentang hujan. Tetapi
tentang pelangi yang muncul usai hujan. Sembari menunggu muncul pelangi,
menghirup petrikor memang hal yang menyenangkan. Katamu, kalau ada parfum dengan
aroma seperti ini, kamu pasti akan membelinya dan tidak mau membaginya
denganku.
*
“Ra,
keluar rumah!”
Sayup-sayup terdengar suara
seseorang yang tengah memanggilku dan menyuruhku untuk keluar rumah. Kutengok
melalui jendela untuk melihat siapa yang memanggilku.
“Adit! Tunggu!” balasku.
Aku bergegas ke lantai bawah dan
menyusul Adit yang sudah duduk manis di ayunan depan rumahku.
“Ada apa?” tanyaku seraya duduk di
sampingnya.
“Bentar lagi hujan!” katanya riang.
“Apa sih istimewanya hujan?” omelku.
“Kalau lagi hujan kita bisa
hujan-hujanan, ngehirup petrikor. Terus abis itu lihat pelangi deh,” jelasnya.
“Kamu cowok kok seneng pelangi sih?
Aku aja yang cewek biasa aja.”
“Pelangi itu keren, istimewa. Cuma
muncul kalau habis hujan,” kata Adit. “Tapi enggak tahu juga sih, selalu muncul
apa enggak.”
Aku mencerna kata-kata yang keluar
dari mulut cowok ini. Benar juga ya.
Sore itu aku menuruti keinginan Adit
untuk hujan-hujanan, menghirup petrikor, kemudian melihat pelangi dengan baju
yang basah. Melihat Adit begitu bahagia menikmati semua ini, membuatku
diam-diam tersenyum. Bahagia memang sederhana.
*
Rivaldi
Adnan.
Nama panggilannya sebenarnya adalah
Valdi. Entah kenapa hanya aku yang memanggilnya Adit. Kata ibu, waktu kecil aku
sulit mengatakan Valdi, sehingga aku memanggilnya Adit.
Adit itu teman rumah, teman sekolah,
sahabat, juga keluarga. Sejak aku kecil hingga sekarang, bisa dibilang sebagian
besar hidupku kuhabiskan dengan dia. Selain bertetangga, orangtuaku dan dia
kebetulan bekerja di tempat yang sama dan sering berpergian. Sehingga aku
sering tinggal bersama Adit dengan Kak Fara, kakaknya Adit.
Ohya mengenai hobi Adit melihat
pelangi, ya, itu sudah dari kecil. Aku enggak tahu kenapa dia suka banget lihat
pelangi. Katanya waktu kecil, “Pelangi itu cantik, kayak kamu.” Aku enggak tahu
dia mengucapkannya sungguh-sungguh atau hanya untuk merayuku menemaninya
melihat pelangi. Aku pikir, itu kan waktu masih kecil, pasti dia enggak
mengucapkannya dengan sungguhan.
*
Akhir-akhir
ini hujan jarang turun. Akhir-akhir ini juga Adit jarang terlihat. Di rumah
maupun di sekolah. Aku enggak tahu apakah dia lagi ke luar kota atau gimana.
Dia enggak memberikan kabar apapun.
“Spada!”
Aku beranjak dari sofa dan membuka
pintu rumah.
“Ini mbak, ada kiriman bunga,”
katanya sambil memberikan sebuket bunga mawar biru dan putih. “Tolong tanda
tangan disini, ya.”
Setelah menandatangani tanda terima,
kupandangi mawar ini. Dari siapa?
*
Untuk Aira dari Adit
Hai, apa kabar, Ra? Aku harap kamu
baik-baik saja. Maaf ya, aku menghilang. Aku enggak ngabarin kamu.
Ohya,
gimana mawarnya? Suka? Mawar biru itu melambangkan kekaguman, mengekspresikan
cinta akan pandangan pertama. Sedangkan mawar putih melambangkan cinta dan
persahabatan sejati.
Kamu
masih ingat nggak, waktu kecil aku pernah bilang kamu cantik? Aku harap kamu
nggak menganggapnya bercanda, haha.
Aira,
mungkin ketika hujan berikutnya datang dan pelangi muncul, itu pertama kalinya
aku akan menikmatinya sendiri, begitu juga kamu. Mungkin akan terasa berbeda,
kurang, atau aneh. Mungkin ketika hujan turun, air mataku pun ikut turun.
Mungkin ketika pelangi muncul, tak akan seindah ketika aku bersamamu. Tapi, ini
semua masih mungkin, kan? J
Suatu
saat nanti pasti kita akan bertemu lagi (kalau jodoh, haha! Aku harap sih
begitu). Sampai jumpa!
Dari Adit yang sayang Aira
*
Tidak
terasa air mataku menetes. Mata ini memanas. Hatiku sakit. Kenapa kamu pergi
begitu aja, Dit? Di suratmu ini pun, kamu nggak ngejelasin kenapa kamu pergi
dan kemana kamu pergi. Kenapa?!
Duniaku terasa runtuh begitu saja.
Tidak hanya runtuh, tetapi juga menjadi serpihan-serpihan yang tak tersisa.
*
Pelangi.
Kupejamkan
mata untuk menahan air bah yang akan tumpah. Mengingat masa kecil kita. Mengingat
kembali segala percakapan yang kita ucapkan. Mengingat bagaimana kamu sangat
bahagia ketika pelangi muncul.
Kubuka mataku untuk melihat pelangi
di ujung sana. Kemudian melihat ayunan di depan rumahku. Kosong. Sama seperti
hatiku.
Adit, walaupun kita enggak melihat pelangi bersama
untuk sekarang ini dan entah sampai kapan, aku harap kamu akan selalu
mengingatku ketika melihat pelangi. Enggak usah tanya apakah aku akan
mengingatmu atau tidak, karena kamu akan selalu ada di hati aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar