Kamis, 30 Juni 2016

Review The Chronicles of Audy: O2

Hi! Buku ini aku beli hari Minggu, 26 Juni 2016. Aku suka banget sama cerita dalam buku ini, sehingga aku tertarik untuk ngebuat review nya :D I hope you enjoy it!


O2 adalah seri terakhir dari The Chronicles of Audy yang pertama kali aku baca dari keempat serinya. Awalnya, aku kira ini novel terjemahan karena dari nama penulisnya nama Jepang gitu, eh ternyata nama pena hehe.

Walaupun aku belom pernah baca seri yang sebelumnya, aku bisa tahu karakter tiap tokoh secara detail melalui penyampaian dalam cerita. Jadi menurut aku kamu bisa baca seri buku ini secara tidak berurutan. Tapi, lebih baiknya baca secara urut sih, biar lebih ngeh. Yaa, rencananya kalo ke toko buku lagi mau cari seri-seri yang sebelumnya, biar punya lengkap! :D

Audy
Dia tokoh utama dalam cerita ini. Dia mahasiswi HI UGM. Aku suka karakternya karena dia itu kayak menggambarkan 'aku' banget gitu. Audy ini bener-bener kayak cara bicara di kehidupan sehari-hari, sehingga aku bisa ngebayangin kalau novel ini di film kan atau bahkan mungkin benar-benar ada di kehidupan nyata.

Regan
Kakak tertua dari 4R. Dia menurut aku ke-bapak-an banget sih, benar-benar definisi kakak cowok yang bisa diandalkan B-) Regan itu sayang banget sama adik-adiknya, sweet sama Maura (istrinya), yaa gitu deh. Dua kata yang menggambarkan Regan adalah family man.

Romeo
Dia anaknya paling lucu sih diantara 4R. Suka ngebanyol gitu, jadi aku ketawa pas ngebacanya. Di novel ini, walaupun Romeo kelihatan paling santai-kayak-dipantai hidupnya, tapi sebenernya dia itu such a warm-heart guy. Seru deh pas bagian Romeo mencurahkan isi hatinya, mau tahu apa? Baca novelnya! :p

Rex
Ini nih pacarnya si tokoh utama. Anak umur 17 tahun, baru aja lulus SMA, dan bakal lanjut kuliah ke luar negeri. He's such a boyfriend material. Pinter, cakep, jenius, ngerti segala hal, cool, kalem. OMG :') Kalo Rex ada beneran, aku mau sih haha, cuma mungkin dia harus lebih humoris ;)

Rafael
Dia mirip-mirip sama Rex. Masih 5 tahun tapi cerdas banget, beda dengan anak-anak lain seusianya. Rafael punya daya tangkap yang cepat dan dia ngomongnya kayak udah orang gede gitu. Kalau punya anak kayak Rafael mau deh, wkwk xD

Nah, tentang cerita novel ini, aku review secara garis besar ya, takut malah menceritakan isinya hehe.

Di O2, Audy menceritakan kegalauannya terhadap beberapa hal. Skripsi, Rex, dan cita-citanya. Si penulisnya, Orizuka, bisa menuturkan cerita melalui si Audy ini secara sederhana. Nggak bertele-tele. Jadi kamu nggak perlu mikir keras dalam membaca buku ini. Walaupun simple, tapi isinya super deh. Beberapa amanat bisa kamu ambil dari novel ini.

Ohya, bagian yang paling aku suka sih pas Rex romantis gitu deh sama Audy haha. Bacanya sampai aku ulangi beberapa kali dan senyum-senyum terus! :D Terus pas Rex sama Rafael barengan, cute bromance!

Kira-kira gitu deh review nya, semoga cukup meyakinkan kamu untuk beli novel ini ;)

July 2016

Wohoo! Awal bulan nih, pada gajian dong ya? Jangan lupa bagi-bagi THR nya ya! xD

Nggak kerasa juga puasa tinggal beberapa hari lagi, terus lebaran deh. Siap-siap dompet tebel :D

Liburan sekolah kali ini cuma di rumah aja. Cukup bosan.

Ohya, pas rapotan kemarin alhamdulillah dapet ranking 3! Dulu pertama kali ranking 3 itu waktu kelas 1 SD, haha! Lumayan kaget sih, haha, nggak expect bakal dapet 3 besar hihiw ;)

Bulan Juli ini aku bakal mulai memasuki my senior year! OMG, bener-bener senior year, kelas 12 SMA. Tahun terakhir jadi anak sekolahan yang pake seragam tiap hari. Aku nggak tahu harus seneng atau sedih.

Yaa, namanya juga udah kelas 12, keluarga mulai pada tanya: mau kuliah dimana?

Jujur aja, kalo keinginanku di UI, tepatnya Psikologi UI. Entah kenapa aku pengen banget! Apa nggak yaa di psikologi UGM. Aku masih belum punya pilihan lain selain psikologi. Dulu awalnya pengen HI, cuma terus aku masih memikirkannya. Mematangkan lagi pilihanku.

Dan aku berharap banget masuk di prodi dan PTN idamanku melalui jalur SNMPTN, semoga Engkau kabulkan ya Allah, aamiin :) Biar nanti aku nggak ribet mikir-mikir lagi, nggak nyusahin bapak-ibu, dan bikin bangga! Semoga tercapai ya Allah, aamiin.

Sekarang sih masih bingung kalo ditanya siapa aja 'mau kuliah dimana?'. Sebenernya sih nggak bingung, cuma masih aku pertimbangkan. Soalnya kadang ibu masih memperdebatkan gitu deh, jadi aku masih mikir-mikir berbagai hal yang nantinya bakal aku ambil.

Yeah, i hope my last year in school are going great and memorable ;)

Rabu, 01 Juni 2016

Kamu dan Pelangi



Hujan.
Awal hal yang selalu mengingatkanku tentangmu. Bukan, bukan tentang hujan. Tetapi tentang pelangi yang muncul usai hujan. Sembari menunggu muncul pelangi, menghirup petrikor memang hal yang menyenangkan. Katamu, kalau ada parfum dengan aroma seperti ini, kamu pasti akan membelinya dan tidak mau membaginya denganku.
*
“Ra, keluar rumah!”
            Sayup-sayup terdengar suara seseorang yang tengah memanggilku dan menyuruhku untuk keluar rumah. Kutengok melalui jendela untuk melihat siapa yang memanggilku.
            “Adit! Tunggu!” balasku.
            Aku bergegas ke lantai bawah dan menyusul Adit yang sudah duduk manis di ayunan depan rumahku.
            “Ada apa?” tanyaku seraya duduk di sampingnya.
            “Bentar lagi hujan!” katanya riang.
            “Apa sih istimewanya hujan?” omelku.
            “Kalau lagi hujan kita bisa hujan-hujanan, ngehirup petrikor. Terus abis itu lihat pelangi deh,” jelasnya.
            “Kamu cowok kok seneng pelangi sih? Aku aja yang cewek biasa aja.”
            “Pelangi itu keren, istimewa. Cuma muncul kalau habis hujan,” kata Adit. “Tapi enggak tahu juga sih, selalu muncul apa enggak.”
            Aku mencerna kata-kata yang keluar dari mulut cowok ini. Benar juga ya.
            Sore itu aku menuruti keinginan Adit untuk hujan-hujanan, menghirup petrikor, kemudian melihat pelangi dengan baju yang basah. Melihat Adit begitu bahagia menikmati semua ini, membuatku diam-diam tersenyum. Bahagia memang sederhana.
*
Rivaldi Adnan.
            Nama panggilannya sebenarnya adalah Valdi. Entah kenapa hanya aku yang memanggilnya Adit. Kata ibu, waktu kecil aku sulit mengatakan Valdi, sehingga aku memanggilnya Adit.
            Adit itu teman rumah, teman sekolah, sahabat, juga keluarga. Sejak aku kecil hingga sekarang, bisa dibilang sebagian besar hidupku kuhabiskan dengan dia. Selain bertetangga, orangtuaku dan dia kebetulan bekerja di tempat yang sama dan sering berpergian. Sehingga aku sering tinggal bersama Adit dengan Kak Fara, kakaknya Adit.
            Ohya mengenai hobi Adit melihat pelangi, ya, itu sudah dari kecil. Aku enggak tahu kenapa dia suka banget lihat pelangi. Katanya waktu kecil, “Pelangi itu cantik, kayak kamu.” Aku enggak tahu dia mengucapkannya sungguh-sungguh atau hanya untuk merayuku menemaninya melihat pelangi. Aku pikir, itu kan waktu masih kecil, pasti dia enggak mengucapkannya dengan sungguhan.
*
Akhir-akhir ini hujan jarang turun. Akhir-akhir ini juga Adit jarang terlihat. Di rumah maupun di sekolah. Aku enggak tahu apakah dia lagi ke luar kota atau gimana. Dia enggak memberikan kabar apapun.
            “Spada!”
            Aku beranjak dari sofa dan membuka pintu rumah.
            “Ini mbak, ada kiriman bunga,” katanya sambil memberikan sebuket bunga mawar biru dan putih. “Tolong tanda tangan disini, ya.”
            Setelah menandatangani tanda terima, kupandangi mawar ini. Dari siapa?
*
Untuk Aira dari Adit
Hai, apa kabar, Ra? Aku harap kamu baik-baik saja. Maaf ya, aku menghilang. Aku enggak ngabarin kamu.
            Ohya, gimana mawarnya? Suka? Mawar biru itu melambangkan kekaguman, mengekspresikan cinta akan pandangan pertama. Sedangkan mawar putih melambangkan cinta dan persahabatan sejati.
            Kamu masih ingat nggak, waktu kecil aku pernah bilang kamu cantik? Aku harap kamu nggak menganggapnya bercanda, haha.
            Aira, mungkin ketika hujan berikutnya datang dan pelangi muncul, itu pertama kalinya aku akan menikmatinya sendiri, begitu juga kamu. Mungkin akan terasa berbeda, kurang, atau aneh. Mungkin ketika hujan turun, air mataku pun ikut turun. Mungkin ketika pelangi muncul, tak akan seindah ketika aku bersamamu. Tapi, ini semua masih mungkin, kan? J
            Suatu saat nanti pasti kita akan bertemu lagi (kalau jodoh, haha! Aku harap sih begitu). Sampai jumpa!
Dari Adit yang sayang Aira
*
Tidak terasa air mataku menetes. Mata ini memanas. Hatiku sakit. Kenapa kamu pergi begitu aja, Dit? Di suratmu ini pun, kamu nggak ngejelasin kenapa kamu pergi dan kemana kamu pergi. Kenapa?!
            Duniaku terasa runtuh begitu saja. Tidak hanya runtuh, tetapi juga menjadi serpihan-serpihan yang tak tersisa.
*
Pelangi.
Kupejamkan mata untuk menahan air bah yang akan tumpah. Mengingat masa kecil kita. Mengingat kembali segala percakapan yang kita ucapkan. Mengingat bagaimana kamu sangat bahagia ketika pelangi muncul.
            Kubuka mataku untuk melihat pelangi di ujung sana. Kemudian melihat ayunan di depan rumahku. Kosong. Sama seperti hatiku.
Adit, walaupun kita enggak melihat pelangi bersama untuk sekarang ini dan entah sampai kapan, aku harap kamu akan selalu mengingatku ketika melihat pelangi. Enggak usah tanya apakah aku akan mengingatmu atau tidak, karena kamu akan selalu ada di hati aku.