Senin, 28 September 2015

Kutemukanmu

Tita
Kurasa pagi ini cukup cerah. Matahari bersinar begitu benderang dan membuatku kepanasan. Ya, pagi ini Mikha berangkat lebih awal dan enggak bilang apapun sama aku, enggak seperti biasanya. Jadilah aku berangkat sekolah sendirian deh, jalan kaki. Kalau ada Mikha kan, bisa bareng naik sepeda.
            Di tengah peluh yang menderas, kulihat mobil Mada sedang melintas. Segera aku berlarian mengejarnya.
            “Mada!”
            “Eh, elo. Sini naik,” kata Mada sembari keluar dari mobil untuk membukakan pintu mobil sisi kiri untukku.
            “Aduh, lo penyelamat banget Mad,” ujarku. Kuambil dua lembar tisu di dashboard untuk membersihkan wajahku yang berkeringat ini.
            “Biasanya sama Mikha. Kemana itu anak?” tanya Mada, melirikku sekilas.
            “Nah, itu Mad. Gue udah siap nungguin dia, enggak dateng-dateng coba. Akhirnya gue datengin rumahnya, terus kata Tante Nay, dia udah berangkat dari tadi! Nyebelin banget nggak sih?” omelku panjang lebar.
            “Enggak sih, biasa aja,” komentar Mada cuek.
            “Ih orang gue cerita, di iyain aja ngapa sih.”
            “Iya deh, jangan marah dong,” pinta Mada.
            “Terus gue sebenernya paling betenya nih di bagian dia enggak bilang apa-apa sama gue perihal ini. Telepon atau sms deh kan bisa, jadinya kan gue enggak usah nunggu terus bisa telepon lo minta jemput.”
            “Yaelah Ta, lo pikir gue supir. Sama Reuben kan juga bisa,” Mada protes sambil mengacak-acak rambutku.
            “Ih, jangan gitu dong, udah rapi juga,” aku merapikan rambutku. “Gue enggak kepikiran nelepon Ben. Biasanya emang gimana sih?” kataku sambil menjulurkan lidah.
            “Oke, emang biasanya gue jadi supirnya lo dan dua cowok tengil itu. Omong-omong, Mikha harus banget ya ngabarin lo?”
            “Haruslah! Gue kan...”
            “Hayo, lo siapanya?” pancing Mada sambil senyum-senyum enggak jelas.
            “Ya, gue sahabatnya dong. Gue juga khawatir kali dia kenapa-kenapa,” jawabku. Aku memalingkan wajah ke jendela untuk menutupi pipiku yang tiba-tiba memerah.

            “Oh gitu ya, hehe,” tanggap Mada usil.
*
Tita
            Memasuki gerbang sekolah, Mada mencari tempat yang masih kosong untuk memarkir mobilnya. Karena sudah agak siang, parkiran lumayan penuh.
            “Lo turun dulu aja, gue muter-muter nyari tempat parkir soalnya,” perintah Mada.
            “Oke kakak. Semangat ya cari parkirannya, makasih juga tumpangannya!” kataku. Kulihat Mada hanya mendengus kesal, dia emang selalu begitu.
            Usai turun dari mobil, aku bergegas menuju kelas Ekonomi 2, kelasku pada jam pertama.
            “Tita!”
            Aku menoleh ke belakang. Kudapati Reuben tersenyum kemudian menghampiriku.     
            “Lo jam pertama Ekonomi 2 kan? Kita kelas bareng, gue sama lo ya,” kata Reuben sembari merapikan kerahnya.
            “Oke, siap. Eh, lo kok ganteng banget sih pagi ini,” pujiku jujur.
            Reuben tersenyum lagi, lebih manis. “Apa sih Ta, gue emang ganteng. Lo nya aja enggak pernah nyadar.”
            “Ah elu mah, dipuji beneran malah narsis, dasar,” ujarku sewot.
            “Iya Sayang, jangan ngambek dong, nanti manisnya hilang,” goda Reuben, senyum-senyum di depan wajahku.
            “Idih, panggil-panggil sayang. Siapa lo? Siapa gue? Hah?”
            “Ah, lo lagi badmood ya?” Reuben mulai menginterogerasi, mendeteksi keanehan pada diriku.
            “Ya gitu deh, Ben.”
            “Kenapa? Cerita sama gue,” Reuben menggandeng tanganku, kemudian duduk di kursi koridor.
            “Mikha berangkat sekolah awal enggak ngabarin.”
            “Udah? Gitu doang?” tanya Reuben heran.
            “Intinya sih gitu. Untungnya tadi waktu di jalan ketemu Mada, ya udah numpang deh,” ceritaku.
            “Kenapa enggak telepon gue? Kan bisa gue jemput,” tanya Reuben.
            “Hehe, maaf Ben, gue enggak kepikiran elo,” jawabku polos. Sekilas mimik wajah Reuben berubah.
            “Oh, gitu ya,” timpal Reuben. “Tadi gue lihat Mikha kok, sama cewek.”
            DEG!
            Seketika jantungku berdebar lebih cepat dari sebelumnya. Cewek? Dia sama siapa? Aduh...
            “Siapa?” tanyaku singkat.
            “Kurang tahu, tapi kayaknya anak baru deh. Mikha kan tukang nganterin anak baru di sekolah,” jawab Reuben.
            “Cantik nggak, sih?”
            “Kan gue udah bilang, gue kurang tahu. Kalau pun dia cantik, enggak bakal secantik elo, Ta,” rayuan gombal Reuben mulai muncul lagi.
            Pipiku merona merah.
            “Cie baper, hahaha. Tapi beneran, apa yang gue bilang tadi enggak bohong,” jelasnya.
            Teng! Teng!
            Bel tanda masuk kelas sudah berbunyi. Aku dan Reuben mempercepat langkah menuju kelas yang masih beberapa meter lagi.
            Reuben menggandeng tanganku.
*
Mikha
“Kamu pindahan dari mana?” tanyaku sambil berjalan menuju kelas.
            “Aku dari Bandung,” jawabnya singkat.
            Anak baru ini namanya Kanya Kavarisa, begitu yang aku baca dari name tag yang ia kenakan. Nama yang manis, seperti orangnya, kurasa.
            “Ini jam pertama kamu di Ekonomi 2, bareng aku. Nanti kalau masih bingung tentang jadwal kelasnya, hubungin aku aja,” kataku sambil memberikan kartu namaku.
            “Mikha Angelo,” bacanya. “Nama kamu bagus, Mik.”
            “Haha, bisa aja kamu. Ya udah yuk ke kelas, udah bel masuk,” ajakku.
*
Tita
Kelas masih ramai karena Pak Adit belum datang. Tapi, kelas tiba-tiba menjadi diam seketika. Mikha masuk kelas. Bukan, bukan dia yang menjadi pusat perhatian, tetapi gadis di belakangnya. Apakah dia anak barunya?
            Mikha duduk di bangku depanku bersama gadis itu. Rasa kesal timbul dalam hatiku.
            “Mik,” panggilku pelan.
            “Ta, maaf banget aku enggak sempet ngabarin, biasa tugas dadakan. Maafin aku, ya?” mohon Mikha.
            “Iya aku maafin kok. Lain kali jangan gitu dong, aku jadi khawatir tahu. Eh, tapi biar aku maafin sepenuhnya Mik, ntar malem makan bareng yuk,” pintaku.
            “Oke deh, biar aku dimaafin sepenuhnya, haha,” Mikha mengiyakan.
*
Tita
“Eh, ke kantin, yuk, “ ajak Sonya, teman tapi mesranya si Mada.
            “Gue ngajak Kanya ya, biar rame sekalian kenalan,” kata Mada sambil menepuk pundak Kanya.
            Kami berenam, dengan formasi Mada-Sonya, Reuben-aku, dan Mikha-Kanya berjalan menuju kantin. Entah kenapa, aku jadi enggak mood. Reuben yang memperhatikanku, mulai kepo, “Lo napa lagi?”
            “Temenin gue yuk di kelas aja, tiba-tiba gue enggak enak badan,” aku menggandeng Reuben untuk berbalik arah, kembali ke kelas.
            “Eh, mau kemana, Ta?” tanya Mikha yang melihat aku berbalik arah.
            “Kelas.”
            Kemudian aku tak mendengarkan lagi apa yang Mikha tanyakan, aku ingin segera sampai kelas.
*
Reuben
Aku paling sedih kalau lihat Tita kayak gini. Kenapa Mikha enggak bisa ngertiin si Tita sih? Coba kalau aku bisa gantiin Mikha di hati kamu, Ta.
*
Mikha
Kurapikan lagi kemejaku, memastikan tidak ada yang kusut. Setelah kurasa keren, aku bergegas menuju markasku dan Tita sambil membawa gitar. Tempat pertama kali kita bertemu waktu kecil, di tengah-tengah halaman antara rumahku dan Tita.
Disana, kita selalu duduk bersama sambil cerita-cerita hal konyol sampai yang serius. Kadang aku memainkan gitar sambil bernyanyi, Tita berbaring di rumput sambil memejamkan matanya. Entah apa yang dia pikirkan.
Kulihat Tita sudah menungguku.
“Mik, lama amat sih,” protesnya begitu melihat kedatanganku.
“Maaflah, lagi persiapan biar cakep, ya nggak?” ujarku.
“Nggak usah diapa-apain juga, udah cakep Mik,” kata Tita, tersenyum.
Aku dan Tita duduk bersebelahan. Ia menyandarkan kepalanya dipundakku.
“Nyanyi dong,” pintanya pelan.
Kuambil gitar yang kuletakkan di sampingku. Aku mulai memetik senar demi senar gitar, mengalunkan lagu kesukaan kami berdua.
Aku cinta, aku takkan berdiam diri
Sampai kau mengerti
Aku cinta, dan tak mungkin ada akhirnya
Karena kaulah yang sempurna untukku
            “Yay, bagus, Mik. Makin lama suara kamu makin oke aja. Kenapa enggak ikut band aja? Jadi vokalis?” usul Tita sambil memandangku dengan wajah yang menggemaskan.
            “Apa sih, cuma suara gini doang di bilang bagus, malu kali, Ta,” tolakku. Aku memang enggak berminat dengan mengikuti band sekolah.
            “Cewek tadi, menurut kamu gimana?”
            “Kanya? Manis sih orangnya,” jawabku.
            “Oh gitu ya,” komentarnya singkat, sedikit nada kecewa terdengar.
            Kuhabiskan malam ini bersama sahabatku, Tita. Berbaring di rerumputan sambil memandangi jutaan bintang yang menghiasi langit malam. Menikmati malam yang indah ini bersama gadis yang aku selalu nyaman bersamanya. Tapi, entah mengapa, perlahan rasa nyaman itu memudar.
*
Tita
Ta, maaf banget enggak bisa berangkat bareng lagi. Mau nemenin Kanya keliling sekolah.
            Begitu isi pesan singkat yang kuterima pagi ini sebangun tidur. Tubuhku rasanya lemas, semangatku menghilang.
            Ini.
            Kabar buruk.
*
Tita
“Pagi Nona Cemberut,” sapa Reuben sambil terkekeh.
            “Hey, enak aja manggil gue Nona Cemberut,” aku menjitak kepala Reuben pelan. “Lo ntar malem ada acara enggak?”
            “Enggak tuh, kenapa?” tanya Reuben heran.
            “Jalan yuk, gue lagi butuh hiburan konyolnya elo,” ujarku jujur.
            “Wah, tumben-tumbenan nih. Dimana?” Reuben antusias banget.
            “Di Green Cafe ya, jam 7 malem, awas lo telat gue tabok,” ancamku sambil bercanda.
            “Oke, siap, Sayang. Nanti jam 7 tepat, gue jemput elo.”
            Setidaknya, aku bisa melupakan beban ini sejenak.
*
Reuben
Demi apa woy, Tita ngajak jalan! Hahaha, aku seneng banget sumpah. Mungkin ini bakal jadi waktu yang tepat buat ngomong ke dia. Oke, saatnya aku jemput cewek kesayanganku. Semoga malam ini berhasil!
*
Tita
Tin! Tin!
            Reuben datang.
            Kurapikan pakaianku sejenak, kemudian pamit dengan orang rumah. Huft, kenapa dag dig dug gini sih, padahal kan sama Reuben, bukan Mikha.
            “Hai Cantik, silakan masuk,” ujar Reuben tersenyum lebar, ia membukakan pintu mobil untukku.
            “Makasih, Ben,” aku tersipu dengan perlakuan Reuben yang enggak kayak biasanya ini, manis.
            “Langsung nih?”
            “Yap!”
*
Reuben
Gila, malem ini Tita lebih cantik dari biasanya. Aku sampai enggak bisa berhenti merhatiin dia, untung nyadar lagi nyetir. Oh iya, jangan sampai dia lihat ke belakang, ada sesuatu yang bakal aku kasih ke dia.
*
Tita
Green Cafe...
            Aku memilih tempat di taman, biar sejuk dan lebih romantis. Ah, alasan aja sih sebenernya. Disini tempatku sama Mikha kalau lagi nongkrong berdua.
            “Silakan memesan,” kata pelayan sembari memberikan kertas menu.
            “Ta, kamu tau nggak apa yang ada di menu?” tanya Reuben.
            “Apaan?” jawabku sambil membolak-balik menu.
            “Me n u,” ia menjawab pertanyaannya sendiri.
            Entah mengapa, aku senyum-senyum mendengarnya. Kalau kuperhatikan, Reuben sering banget ngegombal kayak gini. Tapi kayak enggak sekedar ngegombal gitu aja. Ah, apa sih Ta, ge-er banget.
            “Kamu mau pesen apa?” tanya Reuben lembut. Ada yang beda lagi, dia pakai aku-kamu.
            “Gue sama kayak yang elo pesen aja deh.”
            “Oke. Nasi goreng sama air mineralnya dua ya, mbak,” pesannya kepada pelayan. Setelah mencatat pesanan, pelayan tersebut pergi.
            “Ta, maaf ya kalau aku abis. Beberapa hari ini kamu sedih mulu, kenapa sih?” Reuben memulai percakapan.
            “Mikha kayaknya naksir Kanya, deh. Dia beda, kayaknya ada jaraknya gitu,” ceritaku singkat.
            “Yaelah, Mikha lagi. Sabar aja Ta, masih banyak kok yang sayang sama kamu, aku misalnya,” kata Reuben sambil menunduk.
            “Iya, lo mah emang sayang gue selalu dan selamanya kan? Hahaha...”
*
Reuben
            “Iya, lo mah emang sayang gue selalu dan selamanya kan? Hahaha...”
            Andai kamu ngerti Ta, sayang yang aku maksud. Lebih dari sayang yang kamu tahu.
*
Tita
“Eh, Ta, aku mau ngomong,” Reuben gugup. Tumben nih anak mau ngomong bilang segala.
            “Ngomong aja kali,” kataku santai sambil membuka ponselku.
            “Aku mau ngomong serius sama kamu, Ta. Jadi gini. Kita kan udah kenal dari lama banget. Kamu itu sahabat aku bangetlah, bahkan lebih, Ta. Aku tahu, sulit banget buat kamu lupain Mikha. Tapi aku harap, masih ada kesempatan buat aku, walaupun kemungkinan itu kecil. Kamu mau...”
            Sungguh, aku enggak bisa konsentrasi mendengarkan apa yang Reuben bilang, fokusku sekarang tengah tertuju ke status Line Mikha.
Kanya Kavarisa.
Ini apa...
“Ben, gue mau pulang. Sekarang,” aku beranjak dari tempat duduk dan menuju parkiran.
Reuben melongo, “Hei, kenapa?”
Kuabaikan pertanyaannya.
Aku patah hati.
*
Reuben
Aku enggak tahu Tita kenapa. Apa karena aku terlalu jujur atau ada hal lain yang mengusik dia. Yang jelas, malam ini gagal.
*
Tita
“Ben, maaf banget ya jadi berantakan. Tiba-tiba gue enggak enak badan. Mungkin bisa lain kali,” kataku sambil berusaha menahan tangis yang rasanya ingin segera tumpah.
            “Iya, enggak apa-apa. Aku selalu ada buat kamu, Ta, kapan pun kamu butuh, inget itu. Kamu baik-baik ya. Istirahat yang cukup, jangan sampai sakit,” pesannya lembut. “Aku pulang dulu, ya.”
            Tampak seulas kekecewaan di wajah Reuben. Tapi apa yang Reuben rasain, mungkin enggak separah apa yang aku rasain.
*
Tita
Pagi ini aku sengaja bangut siar biar telat masuk sekolah, biar sekalian di hukum dan enggak masuk kelas. Aku masih belum siap, lihat Mikha sama cewek lain.
*
Reuben
Semalam ponselku baterainya habis, jadi enggak bisa buka info terbaru. Baru pagi ini ngebuka ponsel dan aku tahu apa penyebabnya Tita semalem kayak gitu. Bel masuk sudah berbunyi, dan dia belum dateng. Tita, lo kemana?
*
Tita
“Maaf bu, saya telat,” aku ngos-ngosan.
“Tita, tumben kamu telat. Ya sudah, sana duduk,” perintah Bu Mira.
            Aku mencuri pandang ke arah Mikha. Ia juga sedang memandangku, uh...
            “Kamu kok bisa telat, Ta? Kamu sakit? Aku kan bisa jemput kamu. Aku khawatir tahu,” tutur Reuben setibanya aku duduk di bangku sebelahnya.
            “Santai aja kali, Ben, haha,” aku menjulurkan lidah.
            “Matamu sembab.”
            “Ben...”
            “Apa?”
            “Kita diperhatiin Bu Mira tahu.”
*
Tita
“Tita,” panggil seseorang yang berdiri di sampingku.
            Mikha.
            “Kamu kenapa?” tanyanya polos.
            “Aku enggak apa-apa kok, Mik. Oh ya, selamat ya, aku ikut seneng kok, hehe,” napasku sesak, menahan amarah.
            “Aku tahu, kamu ada apa-apa, Ta. Kamu paling enggak bisa bohong sama aku. Kamu kenapa?” Mikha menekanku untuk menjawab.
            “Kamu mau tahu aku kenapa?” aku mulai geram. “Aku sayang sama kamu, Mik. Lebih dari sayangnya seorang sahabat.”
            Aku beranjak dari kursiku, meninggalkannya yang terpaku.
            “Tita, aku...,”
            “Udah, Mik,” Mada mencegah Mikha untuk mengejarku. “Ben, kejar Tita.”
*
Tita
Kuusap air mataku yang mulai mengucur deras. Aku enggak tahu mau kemana, kubiarkan kakiku terus melangkah membawaku pergi menjauh dari segala situasi yang aku benci ini.
            “Tita...”
            Aku menoleh.
            Reuben.
            “Aku pernah bilang, aku selalu ada buat kamu, kapan pun kamu butuh,” ujar Reuben lembut.
            “Lo tau kan, dari gue kecil gue udah sayang sama Mikha. Mikha selalu jadi penyemangat gue. Tapi sekarang apa?” aku sesenggukan. “Di saat-saat kayak gini, gue butuh banget lo sama Mada. Mada yang udah gue anggep kayak abang gue sendiri, yang dulu perhatian banget sama gue, sekarang udah enggak terlalu karena dia udah punya cewek. Dan lo, Ben, satu-satunya yang gue harapin,” kataku sambil terisak.
            Reuben merengkuhku dalam pelukannya.
            “Kamu jangan nangis,” ia mengusap lembut air mata yang berjatuhan di pipiku. “Aku emang bukan Mikha dan selamanya aku enggak bakal bisa sama kayak dia. Tapi yang aku bisa dan akan selalu aku sanggupi, aku akan selalu sayang dan ngelindungin kamu, Ta,” bisik Reuben di telingaku.
            “Ben...,” tangisku tambah pecah dalam pelukannya.
            “Apa pun yang terjadi, Ta. Asal kamu tahu, aku pastiin aku akan ada untuk kamu, selalu.”
            “Makasih, makasih banget, Ben. Aku baru sadar, ternyata mungkin selama ini aku salah orang. Seharusnya aku peka sama perasaanmu, Ben. Aku baru sadar juga, jauh di dalam lubuk hatiku, aku juga sayang kamu,” ujarku pelan, tangisku mereda.
            “Aku sayang kamu, Tita.”
            “Aku juga sayang kamu, Reuben.”
            Aku tenggelam dalam pelukannya, lebih dalam lagi.

edited by Nooriftita Rizky
Wednesday, September 16th, 2015
08.45 pm

Senin, 08 Juni 2015

Seleksi Tahap 1 AFS/YES YP 2016-2017 (03)

Selama dua minggu nungguin yang enggak pasti itu sebel,wkwk. Nggak juga deng, haha. Lagian aku nggak ngarep-ngarep banget. Peserta Chapter Semarang ada 356 orang! Gila aja, masa iya sih aku lolos? Kemaren aja pas jawab asal-asalan, udah gitu essay ku lebay banget.

Sampai akhirnya pada hari Minggu, 17 Mei 2015, pengumuman yang lolos tahap 1. Waktu itu aku lagi posisi di Lombok, hehe liburan, nah koneksi disana kurang bagus, jadi aku pengen buka pengumumannya nanti malam aja pas udah nyampe rumah.

Eh, lha terus aku baca email, dari twitter gitu, dari Dita. Dia ngemention aku: titaak, congrats yaa! Sayang, kamu harus berjuang sendiri sekarang :')

Rasanya itu maknyess banget. Yang tahu malah Dita duluan dan Dita nggak lolos, nanti aku sendirian :(

Nggak percaya aja bisa lolos. Dari 356 orang tersaring menjadi 100 orang, dan aku ADA diantara 100 orang itu! Bener-bener enggak nyangka banget. Bapak aja aku kasih kasih kiriman screenshoot kalo aku lolos lewat BBM nya ibu, langsung abis itu nelpon, nanya username sama password ku pengen mastiin. Wah, bapakku seneng banget kayaknya :D

Seneng banget rasanya bisa lolos tahap 1 :D Eh, Rifbel juga lolos :D Tapi sedihnya Dita udah nggak lanjut, jadinya aku nggak ada orang yang bisa bener-bener enak diajak ngobrol buat nungguin dipanggil interview buat tahap selanjutnya :(

Yah itu deh, ceritaku selama tahap 1. Maaf ya enggak ada fotonya, bloon banget waktu itu kamera pake acara ketinggalan, padahal udah di charge, huhu. Semoga tulisanku ini bermanfaat yaa bagi adik-adik yang ingin mengikuti tes seleksi AFS/YES tahun depan! :D

Saranku untuk persiapan tahap pertama seleksi ialah kamu baca soal-soal seleksi tahun-tahun sebelumnya. Baca wikipedia, penting itu menurutku, haha. Terus di twitter, kamu follow aja twitter berita gitu, jadi sambil twitteran sambil baca berita. Nonton berita di tv dan baca berita di koran. Tanya berbagai hal sama orangtua kalian, aku yakin itu sangat membantu banget.

Intinya, kamu harus up-to-date dan harus mau baca ! Beneran deh, percaya sama aku. Paling enggak kamu udah baca itu, pasti, aku yakin banget, ada yang nempel di otak kamu. Jangan pernah capek untuk perjuangin cita-cita kamu :)

Kalau adik-adik mau tanya sama aku tentang sekitaran dari awal pendaftaran sampai dengan seleksi tahap 1, boleh banget kok! Dengan senang hati aku jawab :)

Seleksi Tahap 1 AFS/YES YP 2016-2017 (02)

Lanjut lagi ya!

Akhirnya bel tanda tes yang pertama selesai berbunyi. Semuanya satu persatu meninggalkan kelas. Aku meneliti lagi apakah semuanya udah terjawab apa belum. Kalau aku mah, yang penting dijawab dulu, bener apa salah belakangan, jangan sampai tidak isi!

Istirahat deh, Dita dateng ke depan ruangku. Kita ngobrolin beberapa soal yang sulit sambil nyemil-nyemil cantik gitu. Abis itu kita muter-muter nggak jelas. Ohya dari SMA ku ada 10 orang yang ikut seleksi ini.

Waktu muter-muter, aku masih belom nemuin Rifbel dimana. Terus Dita bilang kalau dia kayak lihat Rifbel gitu pakai baju merah. Pas aku ngelihat di depan ruang 8, ada sih anak cowok sendirian main tab nya pake baju merah. Kacamataan, bener. Tapi kok, agak beda ya? Terus aku lihat sepatunya. Nah, aku mulai familiar. Setelah tak perhatiin lebih lagi, ternyata bener! Oh my god...!

Setelah dari kamar mandi kemudian dengan langkah cepat sambil senyum-senyum kangen gitu akunya, aku nepuk pundaknya dia sambil bilang: "Belaaa! Gila kangen banget! Kok kamu beda banget, kurusan sekarang, wkwk."

Pas ngomong kayak gini, berasa norak banget, ngomongku keras banget lagi. Udah gitu, dia nanggepinnya cuma ngekek-ngekek sambil bilang: "Eh, halo!", kayak biasanya, masih sama kayak dulu.

Terus aku ngomong-ngomong sama dia, Dita nya malah ngumpet-ngumpet, tak suruh nggabung aja. Sumpah ya, kangen banget sama ini anak. Dulu pas jaman kelas 9, semua-semua tak ceritain ke dia, dia pun sebaliknya, walaupun harus sedikit dipaksa,wkwk. Abisnya dia kalau ngomong setengah-setengah, kayak gini: "Eh Tak aku tho tadi... gak jadi wes." Kan bikin penasaran. Ujung-ujungnya dia cerita juga.

Dia kalo cerita mah tak dengerin tak kasih solusi bla bla. Kalau aku yang cerita, malah tambah dikompor-komporin, wkwk! Haha, gapapa bel, gitu-gitu kamu baik banget! Nggak pernah marah sama aku dan sukanya guyon, pinter sama rajin sholat lagi, itulah yang aku suka darimu, ndut. 

Gak kerasa tes selanjutnya mau dimulai ...

Bahasa Inggris
Materinya itu reading comprehension, grammer, apa lagi yaa, aku lupa. Gampang kok. Kalau kamu baca teliti, pelan-pelan, itu gampang, kayak kamu ngejawab soal bahasa inggris dari sekolah gitu. Nggak ada yang sulit sih di bagian ini ;)

Essay
Nah, ini nih yang kata kakak-kakak yang udah ikut seleksi tahun sebelumnya, bagian yang bobot penilaiannya paling besar dalam seleksi ini. Cukup deg-degan. Ohya inget aku, pas istirahat setelah tes bahasa inggris ...

Begitu selesai aku melinguk kelas sebelah, Rifbel belom keluar, yaudah aku nunggu, Dita juga belum. Gak lama kemudian Rifbel keluar, terus aku ngampiri dia. Yaudah abis itu diem-diem gitu. Lama banget. Terus dia dulu ngomong: Susah nggak tadi? Aku: Yaa, gak terlalu sih. Ohya ntar essay ya, males banget nulis banyak. Rifbel: Iya ya, polpenku juga udah mau habis lagi...

Aku langsung mandang dia sambil geli gitu, bilang aja dia mau pinjem. Abis itu aku minjemin dia polpen.

Sebelum tes essay dimulai, ada acara foto bersama dulu, padahal udah deg-degan mau nulis panjang lebar, malah suruh foto, wkwk.

Setelah foto-foto, perang berikutnya dimulai.

Ada 3 tema essay gitu yang harus kita pilih satu untuk ditulis. Aku milih yang pertama, intinya tentang gimana kamu ngadepin orang yang enggak kamu suka dalam lingkup yang sama, bagaimana kamu mengontrol diri kamu, dan penyelesaiannya gimana. 

Ya aku cerita aja. Sebenernya, aku nggak sebel-sebel banget sama orang ini. Cuma kok yang pas terlintas di otak ya dia, ya udah tulis aja. Essay yang aku tulis ini, tentang cinta. Cinta-cintaan anak remaja yang gak jelas banget. Aku antara geli, malu, dan merasa nggak mutu banget essay yang aku tulis. Tapi yaudahlah, nggak peduli, udah terlanjur harus dilanjutin!

Secara keseluruhan tes seleksi tahap 1 ini hampir berlangsung 7,5 jam, jadi kayak sekolah aja. 

Aku cuma berdoa, semoga usahaku enggak sia-sia :)

Seleksi Tahap 1 AFS/YES YP 2016-2017 (01)

AFS dan YES adalah nama program pertukaran pelajar yang penyalurnya itu kalo di Indonesia, Bina Antarbudaya. AFS singkatan dari American Field System, sedangkan YES itu Youth Exchange and Study.  Nah, aku ikutan nyoba lho, wkwk. Aku tes tahun 2015 yang untuk keberangkatan tahun 2016-2017, tepatnya pas aku kelas 12 gitu.

Awalnya mah yang penting nyoba aja, lolos apa enggak itu belakangan. Modal nekat aja xD

Jadi pada waktu itu, hari Minggu 1 Maret 2015. Aku sama Dita dateng ke kantor Bina Antarbudaya Semarang, bertempat di Jalan Durian Timur No. 18. Aku pas dateng, kakaknya masih beres-beres nyiapin gitu. Abis itu aku cuma duduk aja nungguin gitu. 

Nah di buku pendaftarannya, aku jadi orang pertama yang dateng dan nulis di buku pendaftaran,wkwk. Habis itu nomor 2 nya si Dita. Disitu aku lebih banyak diemnya, yang nanya-nanya Ditaa.

Akhirnya setelah daftar dan bayar Rp50.000 kita dapet pin yang digunakan untuk melakukan pendaftaran online. 

Nah pas masih awal gitu aku bener-bener semangat banget buat seleksi tahap 1, baca RPUL, ngikutin berita, tanya-tanya sama anak yang lagi pertukaran pelajar, excited banget pokoknya! Lama-lama, karena tugas sekolah yang gak bisa dikecilin volumenya, persiapan untuk tahap 1 terlupakan deh.

Yah kemudian kira-kira dua atau satu minggu sebelum tempur tahap 1, aku mulai belajar lagi, ngikutin berita, baca RPUL, baca wikipedia tentang menteri, hari-hari penting nasional maupun internasional, organisasi PBB, dan banyak lagi. Aku sampai ngeprint berlembar-lembar buat aku baca.

Aku sama Dita kalau lagi senggang di sekolah saling tebak-tebakan, tukeran info yang di dapet, sampe ngajakin temen-temen buat ikutan seleksi! Haha, nggak ada salahnya kan nyoba? ;)

2 bulan kemudian ...
Minggu, 3 Mei 2015 di SMA Negeri 5 Semarang, sekolahnya bapakku dulu. Beliau excited banget begitu tahu lokasi seleksinya di SMA nya, sampai nanya-nanya gurunya ikutan ngurusin kegiatan seleksi apa enggak. 

Aku sama Dita nyampe di Smala jam 6.15 lah mungkin, masih lumayan sepi, tapi juga ada beberapa yang sudah datang. Kita ke dalem sekolah terus lihat ruang ujian. Aku Ruang 7, Dita ruang 3. 

Aku pengen cepet-cepet seleksi karena ... pengen ketemu Rifbel! Haha, sahabat cowokku waktu SMP kelas 9. Gila aja, udah hampir setahun nggak ketemu, kangen abis!

Sebelum tes dimulai, aku sama Dita baca-baca lagi RPUL. Lumayan deg-degan. Huft. 

Sampai akhirnya bel tanda masuk berbunyi, emang agak ngaret sih, ya udahlah gapapa. Dan sampai saat itu, aku belum lihat kehadirannya Rifbel, padahal dia tes di Ruang 8. Okelah paling nanti ketemu.

Pengetahuan Umum
Awal soalnya mudah banget, tentang kitab Sutasoma yang dikarang sama siapa, gitu-gitu. Secara keseluruhan, menurutku soalnya enggak random gitu, yang kayak aku pikirin. Ternyata soalnya ya itu-itu tentang berita terbaru, organisasi, mata uang, ibukota negara, matematika yang simpel, IPA, IPS. 

Kesulitan yang aku hadapin sih yang math sama IPA, seriously. Karena udah lama enggak dipasokin sama ilmu-ilmu eksak, jadinya ya enggak paham. Ngisi ngasal aja, pake bismillah,wkwk. Jangan ditiru yaa adik-adik yang mau seleksi tahun depan, wkwk XD 

Aku waktu itu sempet nulis beberapa soal yang aku nggak paham, terus pas pulang aku cari jawabannya. Ada yang bener dan salah. Yaudahlah, nasib. 

Aku enggak nyatet soalnya lengkap, hanya sekedar inti pertanyaannya. Ini beberapa soal yang aku enggak ngerti jawaban pastinya:

  • Asian Games
  • Matematika tentang garis bla bla nggak paham deh
  • Peraih Nobel (setelah di cek jawabannya, saya bener pas jawab ini :D)
  • Batas negara ASEAN
  • Pemimpin Serangan Oemoem
  • UU tentang hak dan kewajiban
  • Danau 3 warna dimana
  • Fahrenheit, Kelvin, Celcius, Reamur (ini udah lupa banget)
  • Perjanjian Linggajati
  • Peredaran darah kecil
  • Khatulistiwa
  • Negara Asia pertama yang meluncurkan satelit ke Mars
  • Olahraga
  • Organisasi PBB
  • AFTA
  • Istana Kepresidenan
  • Pemilu
  • Piala Asia
  • Futsal
  • PM Singapore
  • Negara Eropa yang terkurung daratan
  • Pemimpin ASEAN
  • Film terbaik FFI 2014
  • Film Stephen Hawking
  • Ebola
Ya itu beberapa soal yang aku kurang pahamin, banyak ya? hiks :') Tapi alhamdulillah aku enggak mengalami kesulitan yang berarti, lancar-lancar aja :D Tapi gatau hasilnya gimana, haha!

Duh capek nih, lanjut nanti lagi yaa, di postingan berikutnyaa ! :D



Selasa, 14 April 2015

April 2015

Waktu berlalu cepet banget! Tahun lalu masih kelas 9, kegiatannya sekolah-les-makan-sholat-doa-tidur gituuuu terus. Ngerti-ngerti UN, lulus, masuk SMA. Sekarang udah mau kelas 11 aja. Tahun ini 17 tahun lagi, cepet ya :')

Ohya Minggu, 1 Maret 2015, aku sama Dita daftar seleksi pertukaran pelajar Bina Antarbudaya AFS/YES. Seleksinya hari Minggu, 3 Mei 2015. Itu berarti kira-kira tinggal 2 minggu lagi. Waktu awal-awal daftar aku semangat banget belajarnya, lama-lama males *jangan ditiru* Tapi karena inget bentar lagi seleksi tahap 1 (itu nentuin aku lolos ke berikutnya apa enggak), jadi rajin lagi.

Aku berharap banget bisa lolos, bismillahirrahmanirrahiim. Aku berbekal doa orangtua, ibadah, belajar... yang penting aku udah ikhtiar. Apapun nanti hasilnya, aku harap itu yang terbaik.

Doain aku ya! :D


titak

Kamis, 12 Februari 2015

2015

Hi, 2015!
Maafkan daku pada bulan Januari nggak nulis di blog :3
Mumpung lagi ada waktu senggang dan PR math aku ga bisa ngerjain, jadi nulis di blog aja deh.

Sekarang aku udah masuk semester 2 kelas 10. Nggak kerasa aja waktu itu berjalan cepet (banget). Udah 7 bulan lebih juga sama keluarga keduaku, X IPS 2 (sekarang udah nggak IIS lagi). Udah 5 bulan juga merhatiin penyemangat belajarku :'D (apa ini).

Awal bulan aku masih belum niat bener belajar, rasanya masih yang males-malesan kembali ke rutinitas lama. Terus kemalasan berlanjut ke bulan Februari. Ulangan pertama di semester 2 itu Bahasa Indonesia. Sebenernya gampang banget, cuma aku jawabnya males-malesan. Cuma 3 soal. T i g a soal. Jawab nomor 1 lamanya minta ampun. Sampai akhirnya, waktu berakhir dan aku ... belom jawab soal nomor 2 dan 3 :') Sebenernya banyak yang ngumpulin pulang sekolah (ulangan apa ini), tapi aku sudah menyerah (nggak deng, males), jadi langsung kukumpulkan begitu saja... Tanpa menjawab soal berikutnya...

Seminggu kemudian, udah nebak aja nih bakal remidi.
Guru: Nooriftita...
Aku: Iya bu?
Guru: Nilainya *tiiiit*
Aku: Hehe (sambil nyengir dan siap ke depan ngambil nilai)
*pas lagi jalan ke depan..*
Guru: Ini saya bacakan dulu mbak, belum saya masukkan nilainya
Meningkatlah rasa malu saya.

Setelah membuka awal tahun dengan hal yang menyedihkan ini, kemudian aku merenung. Akhirnya tadi pagi, dalam doaku *ceilah* aku janji bakal serius lagi, belajar lebih rajin, nggak banyak cengengesan. Biar nilaiku naik dan doi notice diriku, wkwk.

Selain itu ya, aku pengen nilaiku naik, dikit-dikit nggak masalah yang penting nilainya naik, biar nanti bisa lolos SNMPTN, aamiin o:) Biar nanti pas kelas 12 udah nggak usah bingung ikut SBMPTN dan lain-lain, juga biar nggak nyusahin bapak sama ibu :)

Ohya, sekarang seni rupa diganti sama seni tari. Seni tari berkelompok gitu kan, di acak. Aku dapet nomor 4. Ya ampun, deg-deg-an nya super! Kenapa? Biasa, pengen sekelompok sama doi. Secara, hampir 7 bulan sekelas, baru sekelompok 2x doang. Sedih nggak sih?

Singkat cerita, pas guru bilang: Sekarang yang nomor 4 berdiri.

Aku sengaja ngelambatin berdiri, lihat pasangan nariku siapa. Jeng jeng! Dia berdiri!!!! Itu rasanya aku seneng, malu, nggak nyangka, asdfghjkl! Sekelas langsung yang pada teriak-teriak heboh, ga ngerti. Aku cuma nunduk-nunduk nahan ketawa. Gatau deh ekspresinya doi gimana.

Terus pas Januari kan ada event Muslim Gravity gitu punya nya anak Rohis, mereka bikin lomba nyanyi islami sama lomba mading. Aku ikut yang bikin mading dong, dia juga, yang bikin komik (gambarnya bagus banget). Nah, pas lagi sibuk beli-beli barang, Kholis nyuruh aku buat manggil dia. Nah, refleks aja kan langsung manggilin. Ya ampun dia nggak nanggepin. Sebel.

Akhirnya Kholis tak suruh manggil sendiri.

Abis itu kan aku bete abis. Diem terus. Si Kholis ngeliat wajahku terus kayak yang mudeng gitu, aku cuma ngangguk-ngangguk. Kebetulan salahsatu temenku ada yang lagi nyetel lagu dipasang di speaker kelas, eh, keputer lagu Butiran Debu (lagu galau kan, tuh?). Momennya pas banget. Abis itu Kholis malah ketawa kenceng banget. Puas gitu.

Pas mau pulang sekolah, Kholis bilang mau bilang sesuatu. Cuma aku udah badmood banget dan rasanya semangat tuh hilang. Nah keesokkan harinya, dia bilang ke aku: atas nama si *tiit* dia minta maaf. Dia nggak denger dan lagi fokus nggambar.

Aku langsung yang keGRan gitu dan langsung kesenengan. Haha, abis itu kayak biasa deh, kembali gila.

Terus, yang paling baru, ya tadi. Kholis, sahabatku cowok cerita, dia sama doi (mereka chairmate) lagi ngefans sama kakak kelas gitu. Awalnya aku yang kayak ohya? tumben dia gituu. Terus, pas mau sholat dzuhur kok malah kepikiran gitu. Galau deh.

Pas pelajaran selanjutnya, jadi nggak fokus. Malah nyanyiin Silvi (temen sebangkuku) lagu-lagu galau, Perahu Kertas, Almost is Never Enough, sama Thinking Out Loud.

Hah, tapi yaudahlah. Cinta memang begitu.

titak